Pengenalan Nanoteknologi Dibidang
Nanomaterial Sintesis dan Aplikasinya
Jum’at, 4 September 2015
Pemateri: Glar Donia Deni (Universitas Diponegoro)
E-mail: Rhizopus.sp2@gmail.com
Moderator: Mirna Isdayanti (Universitas
Lambung Mangkura)
Notulen: Ismi Nur Karima (Universitas
Lambung Mangkurat)
“Nano”
merupakan suatu ukuran dimana besarnya 10-9 meter. Ini biasa disebut
dengan nanometer. Selain nanometer, ada juga nanosains, yaitu ilmu yang
mempelajari tentang material berukuran nano dari cara pembuatan, aplikasi, dan
pengembangan. Karena adanya nanosains, maka muncul yang namanya nanoteknologi.
Nanoteknologi adalah teknologi yang mempelajari bagaimana cara membuat material
berukuran nano.
Secara
umum, pembuatan nanomaterial dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Top-down
(material dari ukuran besar ke ukuran kecil).
Ada
banyak cara membuat nanomaterial secara top-down,
baik itu secara kimia, fisika maupun biologi. Misalnya: diigerus (pakai ball milling), reaksi enzimatis pakai
bakteri, atau bisa juga material yang ditambahkan bahan kimia untuk membuyarkan
ikatannya.
2.
Bottom-up
(material dari ukuran kecil ke ukuran besar).
Untuk
bottom-up, pembuatan nanomaterial
bisa menggunakan cara kristalisasi, presipitasi, maupun CVD (Chemical Vapous Deposition). CVD
merupakan deposisi uap secara kimia. Metode ini bisa digunakan untuk membuat
CNT dan graphene. Misalnya membuat
bahan tersebut dari benzena yang mempunyai 6 atom hidrogen. Dalam metode CVD,
atom hidrogen akan dihilangkan dalam struktur benzena sehingga hanya tertinggal
6 atom karbon yang membentuk segi enam. Antara segi enam itu akan menyatu
sehingga terbentuk graphene bila
berupa lembaran atau CNT bila berbentuk tabung.
Cara
bottom-up merupakan cara yang paling
cepat dan membuat hasil yang banyak. Pembuatan secara bottom-up yang telah diterapkan pada kehidupan yaitu pada pembuatan
nano-silver. Pembuatan nano-silver dilakukan secara sol-gel dan
paling mudah dengan cara biosintesis kimiawi dengan bantuan tanaman. Nano-silver dibuat dari perak nitrat
atau perak sulfat yang kemudian dikristalisasi sampai ukuran nanometer.
Aplikasi nano-silver sudah banyak
diterapkan, seperti pakaian anti bau, plester luka dan sikat gigi anti bakteri.
Lalu, mengapa harus memilih menggunakan nano? Hal
ini karena material dengan ukuran nano, otomatis sifat fisik dan sifat kimianya
akan berubah secara signifikan. Misalnya, warna perak sering dilihat berwarna
abu-abu mengkilap, akan tetapi jika diubah ke ukuran nano, warnanya bisa
berubah menjadi kuning, merah, jingga dan coklat, tergantung pada bentuk kristal
dan ukurannya. Tidak hanya itu, perak dalam ukuran biasa hanya dianggap sebagai
logam mulia yang bersifat inert (tidak mudah bereaksi) dan hanya digunakan
sebagai perhiasan. Tapi, dengan ukurannya yang nanometer, perak lebih reaktif
dan banyak aplikasinya. Misalnya sebagai obat, penanda, katalis, hingga doping).
Terkadang, pada bidang farmasi didapatkan obat
herbal yang bahannya dinanokan. Hal ini merupakan hal yang percuma jika tidak
menanokan bahan aktifnya. Misalnya saja obat tablet dan obat serbuk yang memiliki dosis sama jika diberikan
kepada orang, dan akan jauh lebih kecil dosisnya jika bahan aktif dari obat
tersebut yang dinanokan.
Sebelum menanokan suatu bahan, harus dilihat dulu
dari segi manfaatnya. Jika dengan menanokan bahan tersebut akan merusak manfaat
suatu bahan, bahan dianjurkan untuk tidak melakukannya. Sebaliknya, jika
menanokan suatu bahan membuat bahan tersebut menjadi lebih bermanfaat, maka
akan sangat dianjurkan untuk melakukannya.
Contoh salah satu produk nano yaitu nanokatalis
untuk cracking. Di Kalimantan,
terkenal dengan batubaranya yang melimpah. Batubara tersebut dicairkan untuk
mengganti minyak bumi sebagai bahan bakar dan juga rantai panjangnya diputus
hingga menjadi fraksi minyak bumi seperti bensin dan solar. Dalam meutus rantai
dalam batubara, diperlukan suhu tinggi dan atmosfir yang inert namun memerlukan
biaya yang besar untuk melakukannya. Untuk menekan biaya produksi itu, maka
dalam cracking batubara menjadi
minyak bumi diperlukan katalis, katalis yang biasa digunakan berupa lempung
terpilar dan zeolit. Zeolit yang biasa digunakan untuk cracking ini umumnya berukuran mikron sampai dengan mili. Ukuran
itu ternyata masih terlalu besar. Dibidang industri yang menggunakan katalis,
semakin besar luas permukaan katalis maka produk yang dihasilkan akan semakin
banyak dalam waktu yang cepat. Karena itulah katalis diperkecil kebentuk nano
sehingga didapatkan luas permukaan yang semakin besar dengan massa yang sama.
Cara membuat zeolit untuk cracking minyak bumi
adalah dengan cara membuka porinya. Biasanya, digunakan zeolit alam dan
dilakukan pengilangan aluminium pada struktur zeolit tersebut sehingga porinya
membuka. Atau dapat juga dengan cara sintesis dengan mencampur natrium silikat
dan aluminium silikat yang dilakukan proses hidrotermal dan setelah terbentuk,
ditambah logam tertentu untuk membuka porinya. Secara realistis, untuk membuat zeolit
dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan.
Alat yang umum dipakai untuk menanokan suatu
material adalah HEM (High Energy Milling)
yang merupakan alat buatan Pak Nurul. HEM hanya bisa menanokan material yang
rigit (kaku) misalnya arang, zeolit, lempung, perak. HEM tidak bisa bisa
digunakan untuk menanokan material yang elastis misalnya kolagen, kitosan,
karagenan. Setiap alat mempunyai spesifikasinya masing-masing. Ada pula spray pirolisis yang hanya bisa untuk
membuat CNT. Jika ingin menanokan suatu material dengan HEM, maka akan
memerlukan biaya yang besar karena memerlukan energi yang besar pula. Namun,
jika dengan menggunakan metode kimia, biaya yang diperlukan sedikit karena
metodenya yang hanya mengikat dan memutus rantai.
Untuk proses sintesis dari carbon nano tube untuk keperluan catalyst fuel cell, CNT disintesis dengan spray pirolisis dimana nanti benzena akan dimasukkan ke dalam furnace bersuhu tinggi dan beratmosfir
inert. Untuk membentuk CNT menjadi silinder, maka diperlukan metalosence sebagai katalisnya. CNT yang
sudah jadi akan berbentuk serbuk jika dilihat dengan mata biasa. Namun, jika
dilihat dari SEM, maka akan terlihat seperti pipa. CNT tersebut kemudian
dipress menjadi elektroda untuk fuel cell.
CNT bukan suatu katalis, katalis yang sebenarnya adalah platina.
Mas Doni (pemateri kulon 1) sedang mengembangkan
teknologi nano untuk makanan. Beliau fokus memakai nano-coating untuk pengembangannya. Nano-coating merupakan pelapis yang dapat diaplikasikan pada apel.
Lapisan polimer ini memiliki ketebalan berkisar antara 1-100 nm. Lapisan ini
diharapkan dapat mengurangi resipitasi dari buah sehingga buah terlihat segar,
dan juga dapat mencegah pertumbuhan organisme sehingga buah lebih awet serta
lapisan ini dapat mendeteksi kerusakan buah dengan perubahan warna yang
dihasilkan. Jika warna lapisan tersebut berubah, maka buah tersebut sudah tidak
layak untuk dikonsumsi lagi. Sekarang ini, nano-coating
untuk makanan dipilih bahan yang aman bagi tubuh seperti kitosan, karagenan,
dan lain-lain. Dampak negatif akan timbul jika pelapisnya dari bahan kimia yang
mengganggu tubuh seperti wax.
Sangat banyak ditemukan aplikasi nanoteknologi pada
kosmetik. Misalnya pada handbody yang
dapat membuat kulit terlihat putih dalam seketika setelah memakainya. Handbody tersebut menggunakan nano ZnO
dan TiO2 dmana sinar matahri akan direfleksikan dan kulit terlihat
lebih cerah dan putih, serta mengandung SPF. Pada sebagian produk kosmetik,
memakai nano atau tidaknya akan terlihat pada komposisi yang tercantum pada
produk tersebut.