Sabtu, 05 September 2015

Kuliah Online (kulon) 1 Nano Club UNLAM

Pengenalan Nanoteknologi Dibidang Nanomaterial Sintesis dan Aplikasinya
Jum’at, 4 September 2015
Pemateri: Glar Donia Deni (Universitas Diponegoro) E-mail: Rhizopus.sp2@gmail.com
Moderator: Mirna Isdayanti (Universitas Lambung Mangkura)
Notulen: Ismi Nur Karima (Universitas Lambung Mangkurat)

 

“Nano” merupakan suatu ukuran dimana besarnya 10-9 meter. Ini biasa disebut dengan nanometer. Selain nanometer, ada juga nanosains, yaitu ilmu yang mempelajari tentang material berukuran nano dari cara pembuatan, aplikasi, dan pengembangan. Karena adanya nanosains, maka muncul yang namanya nanoteknologi. Nanoteknologi adalah teknologi yang mempelajari bagaimana cara membuat material berukuran nano.
Secara umum, pembuatan nanomaterial dibagi menjadi dua, yaitu:
1.        Top-down (material dari ukuran besar ke ukuran kecil).
Ada banyak cara membuat nanomaterial secara top-down, baik itu secara kimia, fisika maupun biologi. Misalnya: diigerus (pakai ball milling), reaksi enzimatis pakai bakteri, atau bisa juga material yang ditambahkan bahan kimia untuk membuyarkan ikatannya.
2.        Bottom-up (material dari ukuran kecil ke ukuran besar).
Untuk bottom-up, pembuatan nanomaterial bisa menggunakan cara kristalisasi, presipitasi, maupun CVD (Chemical Vapous Deposition). CVD merupakan deposisi uap secara kimia. Metode ini bisa digunakan untuk membuat CNT dan graphene. Misalnya membuat bahan tersebut dari benzena yang mempunyai 6 atom hidrogen. Dalam metode CVD, atom hidrogen akan dihilangkan dalam struktur benzena sehingga hanya tertinggal 6 atom karbon yang membentuk segi enam. Antara segi enam itu akan menyatu sehingga terbentuk graphene bila berupa lembaran atau CNT bila berbentuk tabung.
Cara bottom-up merupakan cara yang paling cepat dan membuat hasil yang banyak. Pembuatan secara bottom-up yang telah diterapkan pada kehidupan yaitu pada pembuatan nano-silver. Pembuatan nano-silver dilakukan secara sol-gel dan paling mudah dengan cara biosintesis kimiawi dengan bantuan tanaman. Nano-silver dibuat dari perak nitrat atau perak sulfat yang kemudian dikristalisasi sampai ukuran nanometer. Aplikasi nano-silver sudah banyak diterapkan, seperti pakaian anti bau, plester luka dan sikat gigi anti bakteri.
Lalu, mengapa harus memilih menggunakan nano? Hal ini karena material dengan ukuran nano, otomatis sifat fisik dan sifat kimianya akan berubah secara signifikan. Misalnya, warna perak sering dilihat berwarna abu-abu mengkilap, akan tetapi jika diubah ke ukuran nano, warnanya bisa berubah menjadi kuning, merah, jingga dan coklat, tergantung pada bentuk kristal dan ukurannya. Tidak hanya itu, perak dalam ukuran biasa hanya dianggap sebagai logam mulia yang bersifat inert (tidak mudah bereaksi) dan hanya digunakan sebagai perhiasan. Tapi, dengan ukurannya yang nanometer, perak lebih reaktif dan banyak aplikasinya. Misalnya sebagai obat, penanda, katalis, hingga doping).
Terkadang, pada bidang farmasi didapatkan obat herbal yang bahannya dinanokan. Hal ini merupakan hal yang percuma jika tidak menanokan bahan aktifnya. Misalnya saja obat tablet dan obat serbuk  yang memiliki dosis sama jika diberikan kepada orang, dan akan jauh lebih kecil dosisnya jika bahan aktif dari obat tersebut yang dinanokan.
Sebelum menanokan suatu bahan, harus dilihat dulu dari segi manfaatnya. Jika dengan menanokan bahan tersebut akan merusak manfaat suatu bahan, bahan dianjurkan untuk tidak melakukannya. Sebaliknya, jika menanokan suatu bahan membuat bahan tersebut menjadi lebih bermanfaat, maka akan sangat dianjurkan untuk melakukannya.
Contoh salah satu produk nano yaitu nanokatalis untuk cracking. Di Kalimantan, terkenal dengan batubaranya yang melimpah. Batubara tersebut dicairkan untuk mengganti minyak bumi sebagai bahan bakar dan juga rantai panjangnya diputus hingga menjadi fraksi minyak bumi seperti bensin dan solar. Dalam meutus rantai dalam batubara, diperlukan suhu tinggi dan atmosfir yang inert namun memerlukan biaya yang besar untuk melakukannya. Untuk menekan biaya produksi itu, maka dalam cracking batubara menjadi minyak bumi diperlukan katalis, katalis yang biasa digunakan berupa lempung terpilar dan zeolit. Zeolit yang biasa digunakan untuk cracking ini umumnya berukuran mikron sampai dengan mili. Ukuran itu ternyata masih terlalu besar. Dibidang industri yang menggunakan katalis, semakin besar luas permukaan katalis maka produk yang dihasilkan akan semakin banyak dalam waktu yang cepat. Karena itulah katalis diperkecil kebentuk nano sehingga didapatkan luas permukaan yang semakin besar dengan massa yang sama.
Cara membuat zeolit untuk cracking minyak bumi adalah dengan cara membuka porinya. Biasanya, digunakan zeolit alam dan dilakukan pengilangan aluminium pada struktur zeolit tersebut sehingga porinya membuka. Atau dapat juga dengan cara sintesis dengan mencampur natrium silikat dan aluminium silikat yang dilakukan proses hidrotermal dan setelah terbentuk, ditambah logam tertentu untuk membuka porinya. Secara realistis, untuk membuat zeolit dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan.
Alat yang umum dipakai untuk menanokan suatu material adalah HEM (High Energy Milling) yang merupakan alat buatan Pak Nurul. HEM hanya bisa menanokan material yang rigit (kaku) misalnya arang, zeolit, lempung, perak. HEM tidak bisa bisa digunakan untuk menanokan material yang elastis misalnya kolagen, kitosan, karagenan. Setiap alat mempunyai spesifikasinya masing-masing. Ada pula spray pirolisis yang hanya bisa untuk membuat CNT. Jika ingin menanokan suatu material dengan HEM, maka akan memerlukan biaya yang besar karena memerlukan energi yang besar pula. Namun, jika dengan menggunakan metode kimia, biaya yang diperlukan sedikit karena metodenya yang hanya mengikat dan memutus rantai.
Untuk proses sintesis dari carbon nano tube untuk keperluan catalyst fuel cell, CNT disintesis dengan spray pirolisis dimana nanti benzena akan dimasukkan ke dalam furnace bersuhu tinggi dan beratmosfir inert. Untuk membentuk CNT menjadi silinder, maka diperlukan metalosence sebagai katalisnya. CNT yang sudah jadi akan berbentuk serbuk jika dilihat dengan mata biasa. Namun, jika dilihat dari SEM, maka akan terlihat seperti pipa. CNT tersebut kemudian dipress menjadi elektroda untuk fuel cell. CNT bukan suatu katalis, katalis yang sebenarnya adalah platina.
Mas Doni (pemateri kulon 1) sedang mengembangkan teknologi nano untuk makanan. Beliau fokus memakai nano-coating untuk pengembangannya. Nano-coating merupakan pelapis yang dapat diaplikasikan pada apel. Lapisan polimer ini memiliki ketebalan berkisar antara 1-100 nm. Lapisan ini diharapkan dapat mengurangi resipitasi dari buah sehingga buah terlihat segar, dan juga dapat mencegah pertumbuhan organisme sehingga buah lebih awet serta lapisan ini dapat mendeteksi kerusakan buah dengan perubahan warna yang dihasilkan. Jika warna lapisan tersebut berubah, maka buah tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Sekarang ini, nano-coating untuk makanan dipilih bahan yang aman bagi tubuh seperti kitosan, karagenan, dan lain-lain. Dampak negatif akan timbul jika pelapisnya dari bahan kimia yang mengganggu tubuh seperti wax.
Sangat banyak ditemukan aplikasi nanoteknologi pada kosmetik. Misalnya pada handbody yang dapat membuat kulit terlihat putih dalam seketika setelah memakainya. Handbody tersebut menggunakan nano ZnO dan TiO2 dmana sinar matahri akan direfleksikan dan kulit terlihat lebih cerah dan putih, serta mengandung SPF. Pada sebagian produk kosmetik, memakai nano atau tidaknya akan terlihat pada komposisi yang tercantum pada produk tersebut.